Sabtu, 19 April 2014

Six Sigma

Sigma adalah huruf Yunani yang menjadi simbol untuk standar deviasi. Standar deviasi adalah salah satu ukuran penting untuk variasi. Variasi memiliki arti bahwa suatu proses tidak selalu menghasilkan output yang sama setiap waktu. Variasi akan terjadi pada setiap proses, apapun prosesnya. Mengapa variasi perlu diukur? Ya, karena variasi sangat mempengaruhi kinerja perusahaan dan kepuasan pelanggan. Makin banyak variasi, makin banyak ketidakpastian. Makin banyak ketidakpastian, makin besar ketidakpuasan pelanggan. Inilah pentingnya variasi. Variasi tidak disukai, tetapi pasti terjadi.

Contoh: 
Apotik menetapkan lama waktu tunggu pelayanan resep adalah 15 menit. Namun, yang dirasakan pelanggan tidaklah selalu 15 menit. Pelanggan bisa mengalami waktu tunggu 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20 menit. Rentang antara 10 sampai 20 menit itulah yang disebut variasi. Karena pelanggan menghendaki lama waktu tunggu adalah 15 menit, maka variasi 16, 17, 18, 19, apalagi 20 menit tidak dapat diterima oleh pelanggan. 

Makin besar variasi lama waktu tunggu, makin besar ketidakpuasan pelanggan. Sebaliknya, makin kecil variasi lama waktu tunggu, makin kecil ketidakpuasan pelanggan, atau makin besar kepuasan pelanggan. Dalam dunia industri, variasi yang tidak dapat diterima oleh pelanggan biasa disebut cacat produk. Hal inipun dapat diberlakukan di dunia pelayanan. Dalam contoh lama waktu tunggu di atas, rentang waktu tunggu 16 sampai 20 menit dapat dianggap sebagai “cacat produk”. 

Dalam dunia industri, banyaknya cacat produk sering dibandingkan dengan total produk dalam jutaan, atau yang biasa disebut dengan DPMO (Defect Per Million Opportunity). Makin kecil DPMO, makin baik kinerja suatu perusahaan, karena cacat produk adalah pemborosan. Para ahli telah menghitung cacat produk dihubungkan dengan standar deviasi (sigma), dengan hasil sebagai berikut:


Defect per 1.000.000 (DPMO)
Success Rate
Standar Deviasi (Sigma)
919000
8%
0,1
691000
31%
1,0
309000
69,1%
2,0
66800
93,32%
3,0
6210
99,379%
4,0
233
99,9767%
5,0
3,4
99,99966%
6,0

Dari tabel di atas, kita dapat mengetahui bahwa makin tinggi tingkat sigma, makin kecil DPMO. Kalau dilihat pada tingkat 6 sigma, kita dapatkan DPMO sebesar 3,4; atau dengan kata lain 3,4 cacat produk per sejuta produksi. Angka cacat ini sangat kecil. Dan angka inilah yang mendasari istilah Six Sigma. Jadi Six Sigma secara harfiah berarti 3,4 cacat produk per sejuta produksi. Sedangkan secara istilah, Six Sigma berarti suatu metodologi yang dikembangkan untuk mencapai suatu kondisi produksi atau pelayanan nyaris tanpa cacat. 

Dalam pelaksanaannya, tentu saja Six Sigma, atau 3,4 cacat produk per sejuta produksi bukan suatu konsep atau metodologi yang “sukar dan menyeramkan”. Konsep itu harus diletakkan pada tataran cita-cita. Yang penting kita terus berupaya agar makin lama, makin kecil “cacat produk” yang kita hasilkan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan kepuasan pelanggan; yang pada akhirnya secara langsung akan berpengaruh pada tingginya daya saing perusahaan dibandingkan dengan perusahaan sejenis. 

Pembahasan detail tentang langkah-langkah penerapan metodologi Six Sigma akan dibahas pada posting selanjutnya.

Sumber:
  1. D. Manggala: Mengenal Six Sigma Secara Sederhana, 2005
  2. http://www.processexcellencenetwork.com/lean-six-sigma-business-transformation/articles/an-introduction-to-six-sigma-management/
  3. http://thesis.binus.ac.id/eColls/Doc/LampiranDoc/2009-1-00290-MN%20Lampiran.doc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar