Minggu, 25 Mei 2014

Budaya Tidak Menyalahkan / No Blame Culture

Pada posting sebelumnya sudah kita bahas mengenai Sistim Pelaporan Insiden.  Sistim ini sangat bermanfaat bagi rumah sakit.  Jika rumah sakit kita dapat menerapkannya, maka makin lama makin banyak permasalahan dapat diselesaikan.  Dengan demikian, mutu rumah sakit pun makin lama akan makin meningkat.

Namun demikian, ada beberapa hambatan yang membuat sistim itu tidak mudah dilaksanakan.  Dari beberapa hambatan yang ada, hambatan yang paling besar berasal dari budaya yang dikenal dengan sebutan ‘blame culture’ atau budaya menyalahkan.  Pada budaya seperti ini, orang takut membuat kesalahan dan selalu menyalahkan orang, atau mencari siapa yang salah untuk setiap permasalahan yang terjadi.  Budaya ini tidak membolehkan adanya kesalahan dan dengan demikian orang biasanya tidak mau mengambil tanggung jawab.  Akibatnya, kesalahan atau insiden yang terjadi tidak akan dilaporkan, karena akan berakibat pada hukuman.  Sehingga informasi yang berkaitan dengan kesalahan akan hilang atau disembunyikan, dan menjadi sulit untuk ditemukan akar masalahnya.  Karena akar masalah sulit ditemukan, tidak ada perbaikan dapat dilakukan.  Prof. James Reason menggambarkan kondisi ini dengan istilah ‘The Vulnerable System Syndrome’ atau sindrom sistim yang rentan.  Ilustrasinya adalah seperti di bawah ini:

Jika seseorang disalahkan, maka akan muncul mekanisme pertahanan diri dari orang tersebut berupa penyangkalan.  Akibat penyangkalan, informasi sesungguhnya mengenai masalah dan akar masalah tidak akan terungkap, malah sengaja disembunyikan.  Akibat disembunyikan, kita tidak dapat menyelesaikan masalah, sehingga keinginan kita untuk memperoleh perbaikan tidak tercapai.  
Ilustrasi di atas sangat gamblang menjelaskan betapa tidak bergunanya budaya menyalahkan.  Oleh karena itu, kita harus selalu berusaha sekuat tenaga agar budaya tersebut hilang dari lingkungan kita.  

Kadang-kadang kita masih memiliki mitos yang tidak benar mengenai kesempurnaan dan hukuman. Mitos itu adalah:
  • Mitos kesempurnaan: Jika orang berupaya cukup keras maka mereka tidak akan mengalami insiden.
  • Mitos Hukuman: Jika kita menghukum orang ketika mereka berbuat kesalahan, maka mereka akan melakukan kesalahan lebih kecil. (The Seven Steps to Patient Safety NPSA 2003)
Menghukum seseorang karena berbuat kesalahan tidak akan menghasilkan lebih sedikit kesalahan, tapi justru akan menutup peluang untuk belajar dari kesalahan.  Akibatnya, orang lain yang belum tahu akan mengalami kesalahan serupa.  Sedangkan orang yang mempunyai peluang paling kecil untuk berbuat kesalahan adalah orang yang baru saja melakukan kesalahan tersebut, karena dia sudah belajar dari kesalahan sebelumnya.  Jadi, yang paling penting adalah mencari tahu penyebab kesalahan yang terjadi dan menginformasikan ke orang lain tentang pelajaran yang didapat, agar orang lain tidak mengalami kesalahan serupa.

Dari hasil penelitian, ternyata disimpulkan bahwa penyebab terbesar kesalahan yang dilakukan oleh manusia adalah akibat kelemahan sistim.  Hal ini diungkapkan oleh Prof. Lucian Leape dengan kata-katanya: “Manusia melakukan kesalahan karena sistim, tugas, dan proses dimana mereka bekerja dirancang dengan buruk”


Contoh kasus:

  • Perawat melakukan kesalahan pemberian obat karena belum diberlakukan prosedur 6 benar. 
  • Terjadi kasus bayi tertukar karena belum diberlakukan prosedur identifikasi positif.
  • Terjadi kasus penculikan bayi karena belum diberlakukan prosedur identifikasi karyawan, pengunjung, dan pekerja kontrak di rumah sakit. 
Jadi, dari pembahasan di atas kita dapat menyimpulkan:
  • Kita dapat melakukan kesalahan.
  • Kita perlu menciptakan suatu budaya dimana kesalahan teridentifikasi.
  • Kita harus berfokus pada sistim daripada orang.
  • Pemimpin mengendalikan peluang untuk merubah sistim.
Nah, jika budaya tidak menyalahkan ini sudah tumbuh di rumah sakit kita, barulah sistim pelaporan insiden dapat berjalan dengan baik, karena orang yang melaporkan insiden tidak lagi khawatir akan terjadi sesuatu yang merugikan dirinya akibat pelaporan tersebut.

Lalu, apakah hukuman atas kesalahan sama sekali tidak diperbolehkan? Tentu saja boleh, asal memenuhi kriteria berikut ini:
  • Tindakan itu merupakan konspirasi untuk menjatuhkan seseorang. 
  • Perbuatan kriminal.
  • Berulangnya perilaku menyimpang yang serius dari etika profesional.
  • Berulang kali gagal mengikuti kebijakan-kebijakan dan prosedur.

24 komentar:

  1. Assalamu'alaikum. Dokter Taufik saya Aji Joko subeno dari RSUI Kustati Solo,saat ini saya dan Tim pokja HPK sangat membutuhkan referensi dan contoh dokumen SK dan pedoman ttg perlindungan pasien dari kekerasan, jika Dokter ada dan berkenan mohon dikirim ke emai saya ajijks@yahoo.com, sebelumnya saya mengucapkan terima kasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wa'alaikum salam Aji, contoh dokumen yang anda minta sudah dikirim ke alamat email anda, terima kasih.

      Hapus
  2. Ass, wr, wb. dok, sya rey dari RSJ sambang lihum kalimantan selatan, masuk dalam pokja pelayanan pasien (pp) , saya sangat membutuhkan dokumen pokja trsebut, boleh dikirim dok ke reina200305@yahoo.co.id atau rey.reinalove@gmail.com. terima kasih banyak dok, smoga amal kebaikan anda dibalas lebih banyak oleh Allah SWT, terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wa'alaikum salam Rey, contoh dokumen yang anda minta sudah dikirim ke alamat email anda, terima kasih.

      Hapus
  3. Ass dr.Taufik, sy dr. Bagus N dari RSIA Muslimat Jombang. kami sedang persiapan akreditasi. sy sebagai pemegang standar PMKP. jika ada contoh pedoman PMKP mohon saya dikirimi. email saya dr_bagus_nova@yahoo.co.id atau drbagusnova@gmail.com terima kasih sebelumnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dear dr. Bagus, contoh dokumen yang anda minta sudah dikirim ke alamat email anda, terima kasih.

      Hapus
    2. Terima kasih dok. sdh sy terima. dr. Taufik kalau py SOP mencegah tertinggalnya alat operasi pasca operasi mohon sy dikirimi ke drbagusnova@gmail.com. oh ya dok Met Lebaran. Mohon maaf lahir dan batin...

      Hapus
    3. Dear dr. Bagus, contoh dokumen yang anda minta sudah dikirim ke alamat email anda, terima kasih.

      Hapus
  4. selamat pagi dokter, saya marcell yang bekerja di rumah sakit panti waluya malang, kami sedang persiapan akreditasi, jika ada contoh formulir rekam medis yang mengacu di akreditasi JCI mohon saya dikirimi, email saya marcellpanca@gmail.com terima kasih atas bantuannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dear Marcell, tolong anda perjelas formulir apa yang anda maksud, terima kasih.

      Hapus
    2. terima kasih banyak dokter telah membalas pertanyaan saya, yang saya maksud mengenai contoh formulir yang berkaitan dengan MKI dan ASSESMENT pasien.. terima kasih

      Hapus
    3. Dear Marcell, silahkan anda baca Permenkes 269/Menkes/Per/III/2008 tentang rekam medis, terima kasih.

      Hapus
  5. maaf dokter, maksud saya contoh formulir rekam medis yang mengacu di JCI, contoh formulir assesment pasien, transfer pasien dan lainnya.. terima kasih sebelumnya

    BalasHapus
  6. maaf dokter yang mengenai contoh dokumen MKI dan APK misalnya contoh kebijakan, SOP, Contoh format fomulirnya.. terima kasih dokter...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dear Marcell, tak ada format khusus formulir untuk JCI, semua dikembalikan ke regulasi yang ada. Jadi, anda tingal mencocokkan antara formulir anda dengan regulasi pemerintah seperti pada permenkes 269. Anda juga perlu membaca standar AP lebih teliti, untuk menambahkan persyaratan akreditasi berupa asesmen dan skrining apa saja yang harus ditambahkan ke dalam formulir anda (baca tulisan saya tentang triage, skrining, dan asesmen). Terima kasih.

      Hapus
  7. terima kasih sebelumnya dokter atas bantuannya.

    BalasHapus
  8. Selamat siang dok, saya dina yang bekerja di rumah sakit ulin banjarmasin, masih bingung tentang akreditasi, jika ada contoh dokumen pelayanan pasien (pp) tentang restrain dan transfusi darah yang mengacu di akreditasi JCI mohon saya dikirimi, email saya dr.dina.aulia.insani@gmail.com terima kasih atas bantuannya. maaf mau nanya? hubungan dokumen dengan kebijakan itu gimana dok? bagaimana isi dokumen tersebut agar mempunyai payung hukum ? terima kasih sebelumnya dok.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dear dr. Dina, terlampir adalah contoh dokumen yang anda minta. Untuk format dokumen, silahkan anda baca buku Panduan Penyusunan Dokumen Akreditasi yang diterbitkan oleh KARS; atau untuk lebih jelasnya, silahkan anda baca juga posting saya yang berjudul "Persiapan akreditasi Rumah Sakit 2012" yang dapat anda klik pada pojok kanan atas blog ini, terima kasih.

      Hapus
  9. salam dokter Taufik,.

    saya Geugeut dari salah satu perusahaan jasa di Indonesia, mohon bantuannya mengenai legalitas atau permenkes mengenai penyakit akibat penularan dari jarum suntik (dampak dari tertusuk jarum) needle stick injury

    demikian dok, mohon fedbacknya

    regards
    Ggeut

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebelumnya silahkan anda cantumkan nama perusahaan tempat anda bekerja, terima kasih.

      Hapus
  10. Salam dok..
    Saya ingin sekali mengetahui lebih dalam tentang blaming culture. Jika berkenan, saya ingin softcopy bacaan mengenai topik tsb. Sy berharap bisa membantu meningkatkan mutu RS tempat saya bekerja.

    Trims dok

    BalasHapus
    Balasan
    1. Silahkan anda cantumkan nama RS tempat anda bekerja, terima kasih.

      Hapus
  11. Dokter maaf..ada materi budaya keselamatan rumah sakit.jd yg berhubungan dg antar tenaga klinis

    BalasHapus
  12. Assalamualaikum dok, maaf apakah saya bisa mendapatkan penjelasan lebih lanjut mengenai budaya pelaporan di rumah sakit dok? Untuk bahan skripsi saya dok. Terima kasih

    BalasHapus