KBR - Seorang nenek di Bristol, Inggris tewas setelah diberi obat yang salah oleh apoteker. Dawn Britton (62 tahun) sebenarnya terbiasa meminum pil untuk penyakit Crohn atau peradangan pada saluran cerna yang ia derita. Namun seorang apoteker keliru memberi tablet yang berbeda, yang seharusnya untuk penderita diabetes.
Karena ukuran dan warna pil yang sama, Britton pun tidak bisa membedakan pil yang biasa ia minium dengan pil yang ia terima dari apoteker. Setelah ia meminum pil itu beberapa minggu, ia koma dan meninggal sebulan kemudian di rumah sakit.
Kini, anak Britton berniat menuntut Farmasi Jhoots yang memberikan resep yang salah pada Agustus tahun lalu.
“Kami diberitahu (mereka) bahwa penuntutan itu tidak berkaitan dengan kepentingan publik. Tapi bagaimana bisa orang dibiarkan saja setelah membunuh ibu kami” ujar Lee (41 tahun) , anak Dawn Britton.
Sebuah pemeriksaan di pengadilan setempat menyatakan, Britton mengambil resep obat Prednisolon pada Agustus 2013 untuk meredakan penyakit Crohn dan sesak napasnya. Namun ia diberi gliklazid, obat diabetes. Setelah Britton meminum obat itu beberapa minggu, ia ditemukan tak sadarkan diri di rumahnya dan dilarikan ke rumah sakit pada bulan Oktober 2013. Dia pun meninggal pada tanggal 20 November 2013.
Apoteker di Jhoots Farmasi meminta maaf kepada keluarga, namun menegaskan dia telah mengikuti semua prosedur yang benar. Seorang juru bicara Jhoots Farmasi juga mengakui ada kesalahan pemberian resep pada 2 Agustus 2013 lalu.
"Kita sangat sedih dengan kejadian tragis ini. Kami ingin mengatakan betapa menyesalnya kita atas apa yang telah terjadi,” ungkap juru bicara itu. (telegraph)
Pembahasan :
Ada hal yang istimewa pada kasus ini. Pertama, ini terjadi di Inggris, sebuah negara maju yang sudah sangat baik budaya keselamatan pasiennya. Kedua, kejadian kesalahan obat (medication error) melibatkan dua jenis obat yang tidak mirip nama, pengucapan, dan penulisannya (predinsolon dengan gliklazid), tapi mirip bentuk dan ukurannya. Mengapa masih juga terjadi kesalahan seperti ini? Di titik mana permasalahannya terjadi? Sayangnya, informasi yang kita peroleh dari berita di atas tidak dapat menjawab pertanyaan itu. Kita hanya mendapat informasi bahwa pasien:
- Membawa resep obat prednisolon ke apotik Jhoots.
- Pasien terbiasa minum prednisolon,
- Ukuran dan warna pil dari prednisolon dan gliklazid mirip.
- Pasien menderita penyakit Crohn, dan bukan penderita diabetes.
- Resep pasien tersebut tertukar dengan resep pasien lain.
- Apotik Jhoots memiliki sediaan obat prednisolon dan gliklazid dalam kemasan botol, dan bukan kemasan obat yang dikemas dalam bentuk satuan.
Dari dua kemungkinan itu, kemungkinan pertama peluangnya kecil, karena pasti akan ada dua kasus salah obat, yaitu salah pemberian obat gliklazid (pasien ini) dan salah pemberian obat prednisolon (pasien lain yang resepnya tertukar). Sehingga, kemungkinan yang paling besar terjadi adalah yang kedua. Kelemahan kemasan botol adalah, ketika obat sudah dikeluarkan dari botol, maka obat menjadi kehilangan identitas, karena obat berada dalam bentuk butiran tanpa kemasan. Nah, jika ada obat lain yang kebetulan bentuk dan ukurannya sama, maka peluang terjadinya salah obat menjadi besar. Kalau sudah terjadi salah obat seperti kasus ini, maka prosedur keselamatan apapun tidak akan berhasil, karena terjadinya kesalahan sudah ada di tahap awal. Petugas merasa bahwa obat yang diambilnya adalah prednisolon, padahal gliklazid. Ketika dia melakukan prosedur "enam benar", dia telah melakukan prosedur "enam benar" dengan benar, tapi untuk obat yang salah, karena obat sudah tidak memiliki identitas lagi.
Oleh karena itu, untuk kasus obat botolan yang tidak dikemas satuan seperti ini, ada prosedur ekstra yang harus dilakukan:
Hal-hal lain yang berkaitan dengan keselamatan pemberian obat sudah dibahas sebelumnya dan dapat dilihat disini untuk keselamatan penyimpanan obat, dan disini untuk keselamatan pemberian obat.
Oleh karena itu, untuk kasus obat botolan yang tidak dikemas satuan seperti ini, ada prosedur ekstra yang harus dilakukan:
- Beri label "High Alert" dan "Look Alike Sound Alike" pada botol kemasannya.
- Jika nama obat mirip dengan obat lain, gunakan penulisan menggunakan huruf Tallman pada label obat. Contoh huruf Tallman: IRBEsartan, LOsartan, OLMEsartan, TELMIsartan, VALsartan.
- Pisahkan dan jauhkan tempat penyimpanannya dengan obat lain yang memiliki bentuk, warna, ukuran, dan nama serta pengucapan sama atau mirip.
- Obat tanpa kemasan satuan dilarang berada di luar botol tanpa keterangan nama obat berikut isi sediaannya. Jika akan dikeluarkan dari botol, harus dipastikan obat dipindahkan atau disimpan di kemasan atau tempat lain yang sudah diberi label nama obat berikut isi sediaannya.
Hal-hal lain yang berkaitan dengan keselamatan pemberian obat sudah dibahas sebelumnya dan dapat dilihat disini untuk keselamatan penyimpanan obat, dan disini untuk keselamatan pemberian obat.
“Manusia melakukan kesalahan karena sistim, tugas, dan proses dimana mereka bekerja dirancang dengan buruk”. (Prof. Lucian Leape)
Salam kenal dr Taufik.
BalasHapusSaya punya insiden: "Saat penanganan pasien gawat darurat pada pasien rawat inap, ternyata dc shock tidak bisa mengeluarkan daya saat dibutuhkan, pada akhirnya pasien tidak tertolong & meninggal".
Mohon pendapat anda, ini masuk kategori sentinel event atau tidak? bagaimana penjelasannya?
Terima kasih. Saya dr. Awan (RS Medistra, email: atpujanto@gmail.com)
Jelas ini merupakan sentinel event sesuai definisi. Karena ini adalah kejadian meninggalnya pasien yang bukan karena sebab alamiah atau akibat penyakitnya, tetapi karena kegagalan rumah sakit menolong pasien akibat DC shock tidak berfungsi. Terima kasih.
Hapus