Minggu, 20 Mei 2012

Lean Thinking Rawat Jalan

Kasus:

Sebuah rumah sakit swasta yang sudah lama berdiri mempunyai lebih dari seribu kunjungan rawat jalan per hari.  Suasana di dalam rumah sakit itu setiap hari hiruk-pikuk oleh banyaknya pasien yang datang ke poliklinik.  Di satu sisi, rumah sakit mendapat keuntungan dari banyaknya kunjungan tersebut.  Tetapi di sisi lain, muncul masalah-masalah yang tidak pernah terselesaikan.  Masalah-masalah itu antara lain:
  1. Sukarnya memperoleh akses untuk melakukan appointment.  Pasien-pasien mengeluh sulit sekali untuk dapat menelepon call center, dengan berbagai alasan seperti: nada sibuk, dialihkan oleh mesin penjawab otomatis, tidak diangkat, dan lain-lain.
  2. Sukarnya mendapat slot untuk bertemu dengan dokter.  Kalaupun dapat, daftar tunggunya sudah sangat panjang.
  3. Sering terjadi keterlambatan pelayanan dari waktu appointment yang sudah ditentukan.  Pasien harus menunggu lebih lama dari waktu yang dijanjikan akibat berbagai hal.  Misalnya: dokter terlambat datang, terlalu banyak pasien yang dilayani, administrasi yang lama, dan lain-lain.
  4. Rekam medis pasien lama sekali sampai ke poliklinik tujuan.  Bahkan, sering terjadi rekam medis tidak berhasil ditemukan sampai pasien bertemu dokter.  Akibatnya, dokter tidak optimal menangani penyakit pasien akibat tidak adanya catatan medis sebelumnya.  Pasien pun kecewa karena harus mengingatkan kembali riwayat penyakitnya karena dokter tidak ingat.
  5. Terjadi antrian yang panjang di tempat-tempat sebagai berikut: pendaftaran rawat jalan, laboratorium, radiologi, dan apotik.  Sering terjadi pasien harus menunggu lebih dari satu jam untuk mendapatkan obat akibat banyaknya pasien.  Pasien-pasien pun banyak mengeluhkan perihal lamanya waktu pelayanan di laboratorium dan radiologi.
  6. Staf mengeluhkan beban kerja yang berlebih di jam-jam sibuk.  Berbagai upaya sudah dilakukan untuk mengatasi overload dan lamanya respon time, termasuk penambahan tenaga.  Namun, problem overload dan waktu tunggu masih tetap terjadi.
Solusi:

Sama seperti kasus di rawat inap (lihat posting sebelumnya dengan judul Lean Thinking Rawat Inap), kita harus melihat kasus ini sebagai suatu rangkaian proses yang berurutan seperti rangkaian gerbong kereta api.  Selanjutnya kita tentukan dimanakah lokomotifnya.  Dan, sesuai dengan prinsip “pull” atau “tarik”, kita akan memulai perbaikan dari lokomotifnya. 

Sekarang, dimanakah lokomotif dari kasus ini?  Pada kasus ini, lokomotifnya terletak di jam praktek dokter.  Mengapa demikian? Ya, karena semua aktifitas rawat jalan bergerak setelah dokter datang dan melayani pasien satu per satu.  Setelah dokter datang, pasien dilayani, diberi resep, diminta untuk periksa ke laboratorium, radiologi, dan lain-lain.  Jika dokter belum datang dan memeriksa pasien, maka seluruh urutan “gerbong” berikutnya tidak akan bergerak.  Jika dokter mulai praktek jam 7 pagi, maka seluruh rangkaian aktifitas berikutnya pun akan mulai bergerak setelah jam 7 pagi.  Jika dokter mulai praktek jam 9 pagi, sudah bisa dipastikan, berapa banyak sumber daya disia-siakan?  Jika dokter praktek lebih lambat dari jam 9 pagi, lebih banyak lagi pemborosan yang terjadi.  Mengapa?  Mayoritas karyawan operasional rumah sakit (perawat, analis lab, radiographer, fisioterapis, kasir, dll) masuk jam 7 pagi.  Jika dokter tidak praktek jam 7 pagi, berarti mereka menganggur sampai dokter datang praktek.  Sekarang, silahkan kalikan jumlah karyawan-karyawan tersebut dalam satu hari dengan upah rata-rata per jam mereka.  Hasilnya pasti fantastis. 

Ada yang memberi alasan bahwa mereka dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan lain seperti merapikan alat, adminstrasi, dan lain-lain.  Namun ingat, seorang yang bekerja tidak sesuai dengan tingkat kapasitas dan kompetensinya adalah juga pemborosan.  Perawat, analis, radiographer, fisioterapis, dan lain-lain yang tidak bekerja sesuai dengan pekerjaan yang seharusnya dilakukan adalah pemborosan.  Sama halnya dengan seorang insinyur sipil yang bekerja mengaduk dan mengangkut semen di suatu proyek.  Hal itu merupakan pemborosan, karena pekerjaan itu cukup dikerjakan oleh kuli bangunan dengan upah yang jauh lebih rendah dari upah insinyur.

Sekarang, mari kita kembali ke kasus di atas.  Dari sudut pandang Lean Thinking, kasus tersebut harus diselesaikan menggunakan konsep Heijunka.  Apakah Heijunka itu?  Pembahasan mengenai topik ini akan disampaikan pada posting berikutnya dengan judul Heijunka.

2 komentar:

  1. Salam Kenal dok
    Saya Perawat RS Antam Medika Jakarta, saya boleh minta tolong dok kebetulan saya dapat tugas di Pokja Assesmen Pasien bolehkan minta contoh pedoman, kebijakan, panduan dan SPO yang terkait dengan Assesment Pasien dok? berikut alamat email saya ratnananaazz@gmail.com Terima Kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dear Ratna, contoh dokumen yang anda minta sudah dikirim ke alamat email anda, terima kasih.

      Hapus